Kenaikan BBM sebentar lagi akan ditetapkan pemerintah
pada bulan April tahun 2012 ini, meskipun belum terjadi namun dampaknya
sudah mulai terasa pada kehidupan sehari-hari.
Bagi masyarakat kelas menengah keatas, mungkin belum begitu terasa
secara nyata. Karena secara ekonomi mereka masih memiliki simpanan yang
cukup dalam melanjutkan hidup. Bagi masyarakat menengah kebawah hal ini
akan terasa sekali dalam kehidupan sehari-hari.
Bila jadi, rencana kenaikan BBM bensin sebesar seribu lima ratus Rupiah,
sehingga harga awalnya dari empat ribu lima ratus Rupiah menjadi enam
ribu Rupiah memberikan nilai kenaikan sebesar 25 persen, yang bisa
memberikan dampak kenaikan biaya operasional sehari-hari.
Kenapa pemerintah bersikeras menaikkan harga BBM ketimbang
menyelenggarakan konversi BBM menuju BBG atau bahan bakar gas, yang
berlaku bagi pemilik mobil yang notabene mewakili masyarakat kelas
menengah keatas?
Hal ini dikarenakan secara infrastruktur, pemerintah belum siap untuk
menyediakan alat konversi BBG. Selain itu, tidak mungkin pemerintah
memberikan peraturan yang bersifat memaksa secara mendadak, hanya dalam
waktu tiga bulan sebelum masa berlakunya. Di negara manapun, pengenalan
akan suatu produk perundangan membutuhkan waktu antara enam bulan sampai
dengan 3 atau lima tahun. Hal ini dimaksudkan agar warga terkait bisa
memahami dan menyadari maksud dari peraturan pemerintah, sekaligus juga
agar keputusan bisa berjalan dengan wajar tanpa mengalami gejolak yang
berarti.
Kenaikan BBM ini akan memberikan dampak yang nyata secara multi sektoral
dan bukannya tidak mungkin akan mengarah pada gejolak multi dimensi.
Kita akan membahas seberapa besar pengaruh kenaikan BBM dari beberapa
faktor berikut ini.
Dampak Ekonomi
Di bidang ekonomi, kenaikan BBM secara pasti akan menaikkan biaya
operasional sehari-hari. Pengaruh yang sangat terasa adalah kenaikan
biaya transportasi jalan raya, yang akan diikuti dengan kenaikan biaya
listrik dan air, kenaikan tarif tol. Dan pada gilirannya akan berdampak
pada kenaikan sembako (sembilan bahan pokok).
Bilamana kenaikan ini tidak diserta dengan kenaikan pendapatan, maka
akan menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia. Bilamana seorang
kepala keluarga dengan dua orang anak setingkat SD/SMP, memiliki
penghasilan per bulan satu juta lima ratus ribu. Maka kenaikan biaya
hidup sebesar 15 sampai dengan 25 persen per bulan pasti akan menambah
jumlah hutang mereka. Dengan asumsi kebutuhan per bulan sebesar 1,6
juta, akan menambah jumlah hutang sebesar 200 sampai dengan 300 ribu
sebulan. Belum lagi bila ditambahkan dengan kenaikan biaya pendidikan,
maka akan kita lihat lebih banyak lagi warga miskin di negeri ini.
Di bidang industri akan menambah biaya transportasi bahan baku dan pada
distibusi barang jadi kepada masyarakat luas di satu sisi. Di sisi lain,
tingkat daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Sehingga bisa
terjadi penumpukan barang-barang produksi. Bilamana hal ini tidak
terjadi perbaikan, di masa mendatang akan meningkatkan biaya operasional
(overheat production), sehingga akan terjadi pengurangan jumlah buruh
dan menaikkan jumlah pengangguran di Indonesia.
Dampak Sosial
Dilihat dari sisi sosial, pengaruh dari kenaikan BBM akan memberikan
dampak pemiskinan yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin
tingginya biaya hidup, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan.
Hal ini akan menjadikan mereka yang selama ini hidup pas-pasan menjadi
miskin karena tidak mampu mengikuti kenaikan biaya hidup. Pada skala
besar akan menjadi fenomena pemiskinan secara sistematis dan
berkelanjutan.
Jangan kaget, bilamana nanti kita akan melihat di sekitar kita, semakin
banyak pengemis di jalanan, para pemulung sekitar tempat tinggal dan
semakin maraknya pelacuran serta semakin banyak dijumpai kejadian
kriminal di negeri ini.
Bagi mereka yang berada dan dekat dengan lingkaran kekuasaan, hal ini
akan membuat mereka menaikkan pungutan liar dan nilai uang yang
dikorupsi, dengan alasan untuk “menutup” kenaikan BBM.
Dampak Politik
Secara politis, dengan terjadinya kenaikan BBM akan mengakibatkan
semakin tingginya biaya politik yang harus dibayar dan semakin maraknya
penyelewengan penyelenggaraan kekuasaan yang terjadi di negeri ini.
Adalah merupakan rahasia umum, pemberian sejumlah “biaya siluman” dalam
menggolkan suatu peraturan. Dana ini tentunya tidak tertulis dalam
lembaran administrasi negara. Namun berlangsung secara “wajar” dalam
penyelenggaraan administrasi kenegaraan.
Dengan adanya permintaan kenaikan BBM tentunya jumlah yang diminta juga
akan semakin besar, dengan alasan agar tidak terjadi gejolak yang
meningkat di masyarakat dan juga untuk “menenteramkan” anggota partai
dan para simpatisan.
Di satu sisi, besarnya biaya siluman ini akan berdampak pada pengurangan
anggaran di sektor lain, biasanya anggaran yang menyangkut
kesejahteraan masyarakat, yang dianggap “tidak penting”. Sehingga
kemungkinan jumlah masyarakat yang terlayani dalam bidang kesejahteraan
akan semakin jauh berkurang.
Bilamana hal ini terjadi, maka pengurangan biaya kesejahteraan seperti,
pelayanan kesehatan dan fasilitas infrastruktur. Hal akan menjadikan
masyarakat kelas bawah yang mengharapkan bantuan menjadi semakin
terpuruk.
Kompensasi dampak kenaikan BBM seperti bantuan langsung tunai (BLT) pun
tidak akan bisa memberi dampak yang nyata bagi masyarakat. Selain karena
tidak tepat sasaran juga banyak potongan di dalamnya.
Bilamana kondisi semacam ini berlangsung terus, bisa menimbulkan
berbagai keresahan yang berujung pada gejolak sosial dan politik di
masyarakat.
Seperti kita baca di berbagai media, saat ini masyarakat kita dalam
kondisi temperamen. Sehingga bila ada masalah sedikit saja yang
melibatkan aparat dan masyarakat bisa berakibat kerusuhan massa.
Di sisi lain, juga akan menjadikan suatu alasan kuat bagi para “lawan
politik” partai yang berkuasa untuk mendiskreditkan pemerintah, dengan
salah satu alasan “tidak melindungi” kepentingan masyarakat bawah dan
kurang bijak dalam kondisi sulit untuk menaikkan harga BBM.
Hal ini juga ditunjang dengan masalah carut marut dalam pemerintahan,
termasuk penanganan korupsi yang tidak jelas ujung pangkalnya dan kapan
berakhirnya.
Berbagai alasan tersebut di atas bisa menjadi salah satu senjata dalam
mendiskreditkan pemerintah dan partai yang berkuasa saat ini. Dalam
periode selanjutnya bisa menjadi sarana untuk melakukan empeachment
terhadap presiden.
Bilamana pemerintah tidak mewaspadai dampak multi dimensi yang akan
terjadi, maka nasib negeri ini sebagai negara yang gagal (fail state)
hanya menunggu waktu saja. Dan kita juga hanya bisa berharap dan berdoa
bagi keselamatan kita masing-masing.